Wednesday, November 6, 2013

Part 8

Emma butuh sesuatu untuk bernapas. Rasa sakit di dadanya terus menekan dirinya untuk terus menerus berhenti berusaha. Ia tidak tau apa yang sebenarnya sedang ia rasakan. Tangannya tak berhenti memukul dada supaya rasa sakit itu segera hilang seperti biasa. Namun, mengapa sekarang semakin tidak terkendali seperti ini?

Air mata terus mengalir dari pelupuk matanya, sungguh Emma berharap ia bisa menahannya. Ia tidak ingin menaruh begitu banyak make up untuk menutupi bengkak yang sekarang saja sudah hampir sebesar kacang polong. 

"Oh my hentikan! Aku tak ingin kembali membawa kantung hitam ini kemana-mana."

Tangannya berusaha meraih pergelangan kursi yang sedaritadi berada di depannya. Bahkan untuk bangkit pun butuh usaha ekstra. Emma tak tahan lagi dengan semua sakit di dadanya. Ia harus menghentikan ini. Tetapi ia tak ingin... Ia hanya tak bisa melakukannya. Kalau Alvin benar-benar orang yang Tuhan jodohkan untuknya, kenapa harus berakhir seperti ini?

Kenapa Tuhan?

***

Pertemuan keduanya berlokasi di sebuah tempat makan bergaya Perancis di Jalan Huttington, New York. Salju terus menerus turun menutupi seluruh jalan yang ada. Ya, musim dingin telah tiba di New York membuat Kenny McClown segera menutup jaketnya rapat-rapat. Ia mempercepat langkahnya menuju tempat makan tersebut. 
"Yaampun dingin sekali. Tahun lalu sepertinya tidak sedingin ini. Dimana tempat makan itu? Ah itu dia."

Terlihat dalam pandangannya sesosok perempuan tinggi semampai dengan rambut pirang terurai mengenakan mantel putih berdiri di depan tempat makan tersebut. Mukanya tampak samar memerah terkena dinginnya udara musim dingin. Seketika terukir senyum di wajah Kenny. Ia mengenal baik siapa wanita itu dan tentu masih cantik seperti dahulu. Ah apa pula pikiran ini...
"Kenny! Halo! Oh waw maaf membuatmu berjalan sejauh ini. Ngomong-ngomong senang bertemu denganmu lagi. Sudah bertahun-tahun yang lalu ya?"
"Halo. Lebih baik kita masuk dahulu. Udara dingin ini sungguh tidak bersahabat denganku, Ams."
"Okey okey baiklah ayo."

Ketika masuk ke dalam, Kenny langsung disambut dengan alunan musik yang sama sekali tidak ia kenal namun mendengarnya saja ia sudah tahu, Perancis. Ornamen yang terletak di dinding-dinding ditata begitu rapi dan elegan, membuat setiap sudut ruangan itu memancing orang untuk masuk dan melihatnya. Strategi marketing yang bagus.

"Meja untuk 2 orang atas nama Amanda Johnson?"
"Oh ya silahkan ikuti saya."

Pelayan itu menuntun mereka berdua menuju ke meja yang paling dekat dengan jendela. Meja dengan nomor 24. Terdapat lilin di atas meja tersebut dengan bunga mawar di tengahnya. Kenny tau meja ini khusus dipesan oleh Amanda sendiri. Bagaimana tidak, hanya meja merekalah yang dihiasi dengan bunga mawar, bunga kesukaan Amanda. Kenny terus menerus memperhatikan sekelilingnya sampai-sampai ia tidak sadar wanita di depannya sudah memanggil namanya berkali-kali.

"Hei, kau ingin pesan atau tidak?"
"Oh ya? Ada apa?"
"Kau tidak memperhatikan menu itu Ken. Ayo pesan. Aku lapar sekali."
"Okey baiklah. Aku pesan ini saja, b
oeuf bourgignon."
"Well, kau punya selera yang lumayan ya Ken haha."
"Kita pernah makan ini di Perancis Ams asal kau ingat itu."
"Hahaha bisa saja dirimu. Aku pesan crepes saja. Dietku bisa kacau apabila aku makan daging kau tau?"
"Baiklah baiklah. Dasar kalian wanita. Aku saja yang sudah berumur seperti ini tetap makan apapun selagi aku bisa haha."
"Itu kan dirimu berbeda denganku. Aku menjaga perut ini supaya tetap seperti ini selama... hmm  2 tahun?"
"Waw. Kau hebat juga haha. Oh ya, bagaimana kabarmu?"
"Aku baik-baik saja dear. Masih bugar seperti dahulu. Kau sendiri? Kudengar Emma akan menikahi seorang pria. Siapa lelaki beruntung itu?"

Kenny tak bisa menghentikan semburat merah di pipinya. Ia sangat suka dipanggil seperti itu meskipun wanita di depannya ini hanyalah kenangan masa lalunya.
"Hei hei pipimu memerah! Haha tidak kusangka selama ini kau masih menyimpan rasa padaku."
"Hei aku tidak... Ah baiklah aku kalah. Haha."
"Anyway, anakku juga akan segera menikah dengan seorang wanita yang berasal dari sini juga. Wah kebetulan sekali ya Ken? Anakku dan anakmu haha."


Wait.. wait.. Anaknya? Dengan siapa?

"Oh ya aku belum memberitahumu ya? Ketika kau masih denganku dan tepat ketika kau pergi mencampakkanku.. Okey no. Meninggalkan lebih baik, karena orang tuamu, aku hamil dear. Jadi, kau tau sendiri kelanjutannya."

Hamil? Aku? Dia? Jadi... itu anakku? Aku punya anak lain?

"Ta..tapi mengapa kau baru memberitahuku sekarang?"
"Ah well, kita hilang kontak saat itu dan aku harus kembali ke rumah orang tuaku. Mereka mengenalkanku juga pada seorang lelaki jadi ya.. karena kutau kau takkan kembali, aku menerima lamarannya dan kami menikah. Kapan ya saat itu? 30 tahun lalu mungkin. Haha sudah tidak usah kau pikirkan. Yang terpenting kita bahagia dengan hidup kita saat ini bukan?"

Kenny terdiam, suaranya seperti hilang ditelan tenggorokannya sendiri. Ia butuh minum, bukan karena ia haus tapi karena ia benar-benar kehilangan akal. Apa yang sudah ia perbuat dahulu hingga wanita ini harus menanggungnya sendiri? Bodoh sekali dirimu Kenny!

Tepat pada saat itu pula makanan yang mereka pesan datang. Keheningan menyelimuti keduanya ketika mereka mulai menyantap makanan mereka masing-masing. Kenny diliputi rasa bersalah yang sangat mendalam ketika tau wanita ini masih berbaik hati menemuinya di musim dingin tanpa melihat masa lalu mereka. Seandainya ia bisa memperbaiki semua ini.

***

"Kau sudah selesai makan Ken?"
"Ah ya aku sudah selesai."

"Ada bekas saus di bibirmu. Sini aku bersihkan."

Kenny membiarkan wanita ini mengusap bibirnya menggunakan tisue. Ia masih terus memikirkan tentang anaknya dari wanita ini. Bagaimana juga anak itu adalah anaknya.
"Nah, kau sekarang terlihat perfect seperti sediakala."
"Ams, anakku tinggal dimana sekarang?"
"Ah, anakmu? Maksudmu anak kita? Haha dia tinggal di Los Angeles, tetapi sejak 3 tahun lalu dia tinggal di New York, mengikuti calon istrinya."


Oh jadi anakku ini seorang lelaki. Mungkin dia mirip denganku.
"Oh begitu rupanya. Kuharap aku bisa bertemu dengannya. Kau memberitahu dirinya tentang aku?"
"Ya, aku pernah memberitahunya namun kurasa ia sudah memaafkanmu. Lagipula suamiku juga sudah meninggal. Leukimia. Kau tau, penyakit  mengerikan itu."

"Jadi sekarang kau tinggal sendirian?"
"Ah tidak. Aku tinggal bersama keponakanku. Dia tinggal di seberang jalan ini. Oh ya hampir saja aku lupa, ini undangan pernikahan anakku. Sabtu ini di New Palace Hotel. Kau harus datang melihat anakmu Ken."


Sontak Kenny melotot. Ia tidak percaya tempat yang akan digunakan anaknya ini sama dengan tempat pernikahan yang akan Emma gunakan. Kenny menerima kartu undangan itu dan mulai membacanya. Ahh mungkin ini hanya suatu kebetulan. Tetapi kartu undangan ini? Tidak mungkin...
"Chris Arvin?"
"Iya itu nama anakku dear, dan anakmu tentunya. Kau akan datang bukan?"
"Tentu, ini tempat yang sama dimana anakku juga akan menikah. 8 Desember.. 2012.. Hmm mengapa ruangannya sama?"
"Ken boleh aku melihat foto Emma? Sudah lama aku ingin melihat wajahnya."
"Ah ya tentu saja. Sebentar dimana dompetku.."

Sembari merogoh kantung celananya, diam-diam Amanda memperhatikan wajah pria di hadapannya ini. Ia teringat akan seseorang namun ia tidak ingat. Ia hanya pernah melihat seseorang dengan wajah Kenny tetapi..
"Nah! Ini dia. Aku berdiri di sebelah kiri dan Emma berada di sebelah kanan. Foto ini kuambil mungkin sebulan lalu ketika kami berlibur di Ginger Forest. Asal kau tau dia..."
"Gremma Williams?"

"Ah? Iya itu nama lengkap anakku. Bagaimana kau tau? Kau bahkan tidak pernah..."
"Di..di..a..."


Dunia seakan-akan mengecil di matanya. Ini bukan suatu kebetulan yang direncanakan. Ini bukan sesuatu yang diinginkan.
"Di..di..a.."
"Kenapa kau jadi terbata-bata seperti ini Ams? Ada apa? Iya dia anakku. Suatu saat aku akan mempertemukanmu dengannya. Lagipula Sabtu ini kalian bisa bertemu bukan?"
"Di..a.. akan menikah.. dengan.. anakku... Anak kita..."
"Apa maksudmu Ams? Jangan konyol haha memang sih tempatnya sama tetapi kan bisa saja beda ruangan. Lagipula New Palace Hotel memang hotel yang cukup terkenal."
"TIDAK TIDAK!"

Mendengar teriakan yang keluar tiba-tiba dari mulut Amanda membuat Kenny terdiam. Kenny masih tidak bisa menghubungkan semuanya. 
"Kau harus segera menghentikan ini Kenny. Aku benar-benar tidak menduganya.. Anak kita akan menikah! Kau tau? Ini tidak boleh sampai terjadi! Anakku dengan anakmu. Selama ini Alvin hanya memanggil calon istrinya dengan nama Gremma di depanku. Aku tidak menduga hal ini akan.....

Anakku dan anaknya? Emma dan Arvin? Tapi? Emma akan menikah dengan Alvin. Oh wait baru saja Amanda memanggil anaknya Alvin?

to be continued

No comments: