Monday, February 17, 2014

Part 11

"APA?!

Baru saja Emma selesai menceritakan seluruh isi masalah dalam kepalanya dan ini yang ia dapat dari lelaki di hadapannya.

"Kau tak akan menemuinya bukan? Kau telah berjanji padaku berulang kali Ems. Oh Tuhan bisakah kau..."
"Cukup. Cukup Kev. Kau membuatku semakin pusing saja. Sudahlah aku lelah."
"Apa? Lelah? Hah. Sekarang kau bilang dirimu lelah dan dalam 3 hari ke depan kau akan menemuinya. Salahkah aku memarahimu sekarang? Aku tahu apa yang sedang terjadi dalam hidupmu sekarang Ems."



Ia benar. Selalu benar.
"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?"
"Ha? Apa? Aku? Mungkin tetap menemuinya. Pilihan apalagi yang kupunya?"
"Kau bisa saja membatalkannya."
"Tidak. Of course not. Aku bukan tipe orang yang seperti itu."
"Sudah kuduga kau akan mengatakan itu. Ems, apabila kau menemuinya, semua yang kau lakukan di dalam apartemen beberapa hari lalu rasanya sia-sia. Semua kata-kata yang sudah kau katakan padanya. Don't you get it?"

Emma hanya bisa mendengus mendengar semua perkataannya. Apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur dan memang Alvin berhutang penjelasan darinya.
"Sudahlah. Aku tak ingin membahasnya lagi. Ah aku punya ide, bagaimana kalau kau membuntutiku ketika aku menemui Alvin? Jadi ketika aku merasa tak sanggup, mungkin aku akan melambai-lambaikan tanganku dan kau akan datang menarikku. Kau bisa berpura-pura jadi pacarku kan? Hahaha"

"Oh my. No way girl! Tunanganmu eh, maksudku mantan tunanganmu mengenalku dengan baik. Lebih baik aku berpura-pura pingsan di depanmu somehow. It would be great right? Jangan berpikir aku tidak bisa berakting seperti itu. Sebenarnya asal kau tau, aku sudah mengikuti lebih dari 100 audisi dan tentu saja kau tau... mereka semua menolakku! Bisakah mereka melihat bintang baru bersinar disini?"

Sontak Emma tertawa. Ia sudah sering mendengar lelucon Kevin yang satu ini namun baru hari ini ia tertawa sedemikian keras. Ia bahkan tak tau kapan harus berhenti sampai perutnya tiba-tiba sakit.
"Hahaha mengapa kau... aduh perutku hahaha..."
"Jangan seperti itu Ems. Kau menghinaku."
"Hey! Ayolah hahaha kau tak senang melihatku tertawa ketika aku punya masalah seperti ini?"
"Tetap saja. Sudah, aku ingin membeli sesuatu di seberang sana."
"Okay. Aku ikut denganmu bukan?"
"Sure. Let's go now. Sebelum salju turun dan membuat kita mati kedinginan berdua di luar sana."
"Ayo!"

Emma melingkarkan lengannya di lengan lelaki yang telah ia kenal hampir seumur hidupnya. Ya, Kevin Owen Matthew. Lelaki yang selalu membuat banyak perempuan iri ketika melihat Emma bergandengan dengannya. Lelaki yang selalu menjadi tempat bersandar di masa-masa kelamnya seperti hari ini dan ia ingat betul hari-hari itu. Hari dimana ia membuat keputusan untuk mengakhiri semuanya, hari dimana ia harus merelakan hatinya pergi begitu saja tanpa ia bisa cegah. Rasanya ingin sekali ia mencabik hatinya, berteriak sekeras mungkin, menangis sehebat mungkin, tetapi hanya itu. Hanya kepedihan yang menyelimuti hatinya. Mengapa Tuhan sangat tidak adil, hanya pada hidupku?

***

"Emma, ayolah Ems dimana dirimu? Mengapa sampai sekarang kau tidak menjawab telfonku? Ah!!!"

Alvin terus berlari ke arah Green Garden Station dan sudah banyak sekali kerumunan orang yang ingin melihat terbakarnya kereta bawah tanah itu. Semua orang sangat panik tidak tahu harus berbuat apa termasuk lelaki ini. Ia tahu tidak ada gunanya apabila ia berteriak meminta penjelasan pada seorang petugas namun, ia pun tak bisa menunggu, berdiri tidak melakukan apa-apa.

Tiba-tiba Alvin merasa tubuhnya terdorong ke samping dan sontak ia kehilangan keseimbangan. Alvin terjatuh. Ia tidak merasakan sakit apa-apa di sekujur tubuhnya, tetapi ia bisa melihat samar beberapa orang melihat dirinya. Beberapa orang sampai terduduk untuk dapat berbicara dengannya.
"Kau tidak apa-apa?"
"Tidak! Ada apa?"
"Hey kau tidak apa-apa? Kau bisa mendengarku?"
"Tentu tidak. Aku mendengarmu ada apa?"

Lelaki itu berdiri dan memanggil salah satu temannya. Alvin benar-benar tidak mengerti, ia melihat dan dapat mendengar mereka.

***

"Dia tidak sadarkan diri. Benturan di kepalanya cukup keras dan banyak darah mengalir keluar dari kepalanya. Bawa dia ke ambulans sekarang. Hey kau! Bantu aku mengangkat pria ini."
"Siap Pak!"

Seorang wanita berlari kecil ke arah tubuh lelaki itu. Ia sudah berulang kali memanggil namanya dan di tengah keramaian seperti itu, siapa pula yang dapat mendengarnya teriakannya.
"Alvin? Alvin?!"
"Anda siapa? Kami harus segera membawa dia ke dalam ambulans."
"Alvin? Alvin?! Oh Tuhan darahnya."
"Kami akan segera mengobatinya dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Anda mengenal saudara... Alvin ini?"
"Iya saya kenal. Saya mengenal dia dengan baik. Saya akan ikut kalian dalam perjalanan ke rumah sakit."

to be continued.

No comments: