Sunday, June 21, 2015

Red

Kupu-kupu berterbangan di atas kuncup bunga matahari yang mulai memperlihatkan sisi gelapnya. Wangi semerbak seketika menubruk tubuhku begitu saja. Tidak ketinggalan pula seekor anjing yang menjulurkan lidahnya hingga terlihat jelas air liurnya jatuh hingga ke tanah.

AH! Dihapusnyalah semua kalimat yang sudah dia susun selama hampir 30 menit tersebut. Ini bencana. Bagaimana bisa cerita ini selesai dalam waktu 2 jam? Dia tidak bisa terus-menerus begini. Cerita ini harus selesai hari ini juga. Ya, ayo kita mulai.



***

Red
Cinta disimbolkan seperti jantung yang memiliki warna merah dan berdenyut untuk menghidupkannya. Mengapa merah? Jawaban yang semua orang tahu, karena memang darah berwarna merah bukan. Lalu untuk apa susah payah menceritakan simbol cinta? 

Semua ini berawal ketika Jessica memutuskan mengambil kelas Art untuk menuntaskan semester genapnya. Dia sangat tidak menyukai art dalam bentuk apapun baik 2D maupun 3D, karena dalam pikirannya ketika berhubungan dengan art, ia harus menjadi kotor. Well, tidak sepenuhnya benar bukan. Namun apa daya, ia terpaksa mengambil kelas ini demi kebaikannya juga. 

"Entah apa yang baru saja kupikirkan. Kupikir high school tidak akan memaksaku mengambil art atau apapun yang berbau itu. Andai saja aku bisa melewatkannya."

Dia termenung sesaat, namun sebuah pikiran terbesit di pikirannya. Dia benci saat ini. Dia berusaha menyeret kakinya menuju sebuah paint store yang terletak tidak jauh dari sekolahnya. Rasanya berat sekali meskipun dia hanya harus membeli sebuah kanvas dan 48 buah cat warna. Hal yang perlu ia lakukan hanya mengambil lalu menggesek kartu kreditnya. That's it. Why make it so hard, Jes?

 Ketika memasuki toko itu, wangi khas cat akrilik langsung menusuk tajam di hidungnya. Refleks ia menutup hidungnya dan buru-buru mengambil keranjang. Sedikit berlari dan susah payah ia menuju lorong cat air. Ah mengapa diriku sangat membenci hal ini. Sangat tidak masuk akal.

***

"ARGH!"
Ingin rasanya dirinya membanting laptop. Ya aku tahu dia tidak bersalah atas apapun, namun semuanya terasa seperti dipaksakan. Sebersit pemikiran melaju dalam otaknya. Apakah aku harus melanjutkan cerita ini atau tidak, ini seperti cerita murahan. Tidak ada sesuatu yang membuatku bergairah untuk melanjutkannya.

Frustasi dia rasakan menjalar di sekujur badannya. Dia tidak bisa berpikir jernih, bahkan untuk menulis saja seperti membutuhkan asupan makanan 5 porsi normal. Mungkin aku harus makan babi. Bau babi di tenda biru dekat rumahnya seketika mengelilingi jangkauan hirupannya.

"Ah tidak tidak! Sudahlah aku ingin tidur saja."

Lalu mengapa kuberi judul Red?

to be continued.

No comments: