Ruangan kantor Alvin bisa dibilang cukup besar. Terdapat jendela kaca yang berada di belakang mejanya dengan pemandangan menghadap ke jalanan sibuk kota New York, ukiran dinding yang dihiasi dengan ornamen minimalis, dan tentu saja tertera jelas Alvin bukan pegawai biasa.
"Permisi Pak. Boleh saya masuk?"
"Oh ya silahkan. Ada apa tergesa-gesa seperti ini Gina?"
"Saya hanya ingin memberitau bapak, rapat akan dimulai dalam 5 menit."
"Oh. Baiklah. Ya saya sudah tau. Terima kasih kamu boleh keluar."
Gina. Gina Evans. Wanita paruh baya dengan rambut hitam sebahu. Tubuhnya proporsional dengan berat mungkin 50kg dan tinggi 165cm. Wajah asian yang kental, sangat jarang terlihat apalagi ketika berada di Amerika seperti ini. Ia sangat menawan untuk ukuran wanita sebayanya.Mengapa aku menilainya?
Alvin mengetuk-ngetuk jam tangannya. Berpikir bagaimana rapat kali ini dapat membuat para donatur mau menyumbang untuk proyek pembangunan rumah anak-anak yatim.
"Ahh.. Sungguh ini memusingkan. 2 menit lagi dan aku belum mendapat ide yang bagus. Haruskah aku membatalkannya saja?"
Tiba-tiba Gina masuk ke dalam ruangan dan ia mengatakan semua donatur sudah hadir, rapat akan segera dimulai. Alvin hanya bisa menghela napas. Okey, kita lihat kemampuanku membujuk mereka.
***
Well seperti yang diharapkan, rapat berjalan lancar dan hampir semua donatur menandatangi perjanjian. Diberi bakat berbicara yang luar biasa sangatlah menguntungkan Alvin. Tak heran ia menjadi direktur utama dari perusahaan terbesar di New York tersebut.
"Hey! Sepertinya aku tau dirimu. Kau yang berhenti saat lampu sudah hijau tadi kan!"
Alvin kaget setengah mati. Ia memutar badan dan melihat... Oh my.
"Eh? Iya itu tadi saya.."
"Hahaha. Mukamu langsung pucat seperti itu. Panggil saja Janet, jangan panggil ibu. Lagian peristiwa tadi sudah saya lupakan juga kok."
Janet?
***
to be continued
No comments:
Post a Comment