Saturday, October 19, 2013

Part 4

Ting tong. Ting tong. Ting tong.
Alvin berusaha membuka matanya. Siapa sih yang berani membunyikan alarm sebanyak itu sepagi ini? Menyebalkan
"Ini masih pukul 7 pagi dan aku butuh tidur..."
Alvin terus menerus mengerang dan berusaha menggapai gagang pintu apartemennya. Kalau ia bukan orang penting aku akan segera...

"Sayang!"




Seorang perempuan tiba-tiba menghambur masuk dan memeluk Alvin dengan banyak kantong belanja di tangannya. Alvin balas memeluknya setengah sadar. Ia masih bisa merasakan parfum perempuan ini dan bau baru bangun badannya. Ahh..

"Sayang, kau pasti baru bangun deh. Sana cepat mandi, aku mau membuat masakan yang pasti kau suka. Hehe ayo sana!"
"Ahh. Kau masak saja.. aku mau tidur sebentar. Berat sekali mata ini sayang.."
"Tidak tidak! Ayo sebagai calon suamiku kau harus siap sedia ketika aku memintamu melakukan sesuatu sayang."

Ciuman kilat di pipi Alvin membuatnya tidak bisa membantah lagi. Dengan enggan ia pergi ke kamar mandi dan segera menuntaskan masalahnya dengan air dingin. Ia tidak tau kalau perempuan ini akan datang tiba-tiba sepagi ini. Mungkin ada sesuatu yang ingin dia katakan? Jangan berpikir bodoh Alvin..
"Aku mendengarmu berbicara sendiri di kamar mandi sayang. Cepatlah mandi, aku membutuhkan bantuanmu."

Eeh? Alvin hanya bisa memukuli kepalanya. Apakah setiap pagi aku selalu error begini? Bodoh. Secepat kilat ia menyelesaikan mandinya dan langsung menuju ke dapur kecil di apartemennya.

"Hai sayang.."
"AH ALVIN!"
"Ada apa?!"
"Kau...Kau..."
"Mengapa kau menutup matamu seperti itu?"
"KENAKAN BAJUMU DAHULU BARU KEMARI!"
"Loh? Memangnya kenapa? Aku memakai..."
"Hanya handuk! Sana kembali ke kamarmu dan kenakan pakaian!"
"Hahaha kau ini. Tidak apa-apalah... Yang penting aku tidak telanjang."
"TIDAK MAU! Atau aku akan pergi dari sini sebelum aku sem.."
"Okey okey baiklah sayang... Aku kan calon suamimu mengapa kau masih begini kepadaku."
"Jangan pasang tampang memelas itu. Tidak akan mengubah pikiranku sama sekali."
"Hehehe baiklah"

Perempuan itu hanya bisa tersenyum melihat tingkah Alvin. Ia benar-benar tidak menyangka Alvin akan keluar dengan badan setengah telanjang seperti itu. Oh my.. Seandainya dia tau apa yang ingin aku katakan.


***


"Makanan sudah siap! Kau bahkan tidak membantuku."
"Hehe aku tidak bisa apa-apa sayang. Kan ada kamu yang jago masak, aku kan jago makan saja."
"Iiih! Lain kali aku akan pura-pura sakit dan menyuruhmu memasak. Lihat saja pembalasanku!"
"Kurasa itu tidak akan terjadi. Lagipula, kau kan tidak akan pernah sakit."

"Loh? Kok begitu?"
"Karena semua penyakitmu takut padaku sayang.."
"Iiih! Pagi-pagi udah gombal aja."

"Kau kan suka aku gombali sayang. Baru satu kalimat saja pipimu sudah memerah seperti itu."

Alvin gemas melihatnya. Ia lalu mencubit pipi perempuan itu dan mengelus kepalanya. Ia merasa sangat beruntung memiliki calon istri yang benar-benar perhatian dan mencintainya layaknya seorang sahabat. 


Pertemuan pertama dengannya memang yang paling unik. Tidak seperti banyak orang yang bertemu dengan cara online, aku menemukannya saat ia sedang kesulitan mencari kunci mobil. Saat itu hujan deras dan hanya dia satu-satunya yang berada dalam derasnya hujan. Ketika aku mendekatinya, ia malah menjauhiku dan tidak berusaha mencari tau mengapa aku mendekatinya. Apa aku seperti seorang penjahat? Ah.. 


"Ya. Kau memang seperti seorang penjahat sayang."

"Apa? Ah aku mengucapkannya lagi ya?"
"Kebiasaanmu selalu muncul ketika kau melamun, tidak bisakah kau menghilangkannya? Aku jadi tau semua yang kau pikirkan dong."

"Hehehe aku hanya mengingat pertemuan pertama kita. Entahlah, kau seperti ingin memukulku dengan tongkat ketika melihatku."
"Soalnya kau datang tiba-tiba dan seperti ingin menculikku entah kemana. Aku kan sedang kebingungan mencari kunci mobil. Wajar dong!"
"Baiklah-baiklah.. kau menang sayang. Lagipula tanpa ada aku, kau tidak akan menemukan dimana kunci mobil itu. Benar?"

Alvin menjulurkan lidahnya, membuat perempuan itu sebal. Mereka memang sering bercanda seperti ini. Seperti sekarang, perempuan ini berusaha mengejar Alvin ke seluruh penjuru apartemen. Alvin juga tidak segan meladeni perempuan itu. Jadi seperti apa rumah kami nanti?

"Ahh sayang aku lelah. Tidak bisakah kau mencicipi makanan buatanku saja?"
"Yakin menyerah? Biasanya kau akan..."
"Kena kau!"


Perempuan itu berhasil mencubit lengan Alvin. Alvin yang tidak tau apa-apa langsung diam dan duduk di meja makan. 

"Alvin.. Kenapa mukamu jutek begitu? Pasti gara-gara aku ya? Hehe aku kan becanda.. Ayo sini aku suapin.."
"Tidak mau makan."
"Jangan ngambek begitu dong... Enak loh nih. Ayo buka mulutnya aaa.."

Alvin membiarkan perempuan itu menyuapinya. Ia membuka mulutnya dan langsung saja rasa pedas menjalari seluruh permukaan mulutnya. Tetap saja, makanan itu enak.

"Ini apa sayang?"
"Enak ya?"
"Hmm gimana ya. Enak sih.."
"Kok sih? Berarti tidak begitu enak ya?"

"Hehe tidak-tidak sayang aku hanya bercanda. Makanan ini enak sekali! Apa sebutannya?"
"Bakso bolognese! Ayo makan lagi sini aku suapi."

Bakso bolognese. Alvin menambah list makanan terfavoritnya lagi. Sudah banyak masakan perempuan di hadapannya ini yang menjadi favoritnya, tetapi jelas ini yang terenak. Suatu hari, aku akan membuatnya sendiri..


***


Waktu menunjukkan pukul 9 pagi ketika mereka selesai makan. Alvin bertugas mencuci piring dan ia langsung menuju ke sofa, menemani perempuan itu ketika semua pekerjaannya selesai. Perempuan itu hanya diam ketika Alvin duduk di sebelahnya. Ia dapat merasakan ada yang aneh dari calon istrinya.

"Sayang? Apa yang sedang kau pikirkan?"
"Eh hai sayang. Kau sudah selesai?"
"Iya. Aku sudah duduk di sebelahmu sejak.. Coba kulihat, mungkin 10 detik lalu?"
"Itu belum cukup lama ya sayang hehe."

"Nah, sekarang kau kenapa? Aku merasakan ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku."

Perempuan itu memperbaiki posisinya dengan menghadap Alvin. Ia terus menunduk dan berusaha menahan tangisnya.

"Sebenarnya... Aku.. tidak bisa menikahimu."
"APA?!"

to be continued.

No comments: